Potret Pertambangan di salah satu Pulau di Raja Ampat/Greenpeace ID
Tambang, Amanah, dan Fiqih Lingkungan: Saat Alam Tak Lagi Kembali ke Fitrah
19/06/2025 | Humas BAZNAS KAB. BANDUNGKekayaan tambang Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat, terutama setelah munculnya polemik antara Greenpeace dan PBNU terkait peran ormas Islam dalam mendukung pengelolaan tambang.
Dalam salah satu video viral, aktivis Greenpeace mempertanyakan terkait wilayah mana di Indonesia yang berhasil mengembalikan bekas pertambangan ke ekosistem awalnya.
Lantas pertanyaan ini tidak dijawab oleh pihak PBNU dalam salah satu potongan video viral tersebut.
Pertanyaannya menjadi sangat penting: Bagaimana Islam dan fiqih memandang soal eksploitasi alam yang tidak disertai upaya pemulihan?
Fiqih Lingkungan: Menjaga Fitrah Alam adalah Kewajiban
Islam bukan sekadar agama ibadah ritual. Ia juga mengatur muamalah terhadap alam.
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya..."
— QS. Al-A’raf: 56
Menurut ulama fiqih kontemporer seperti Sheikh Yusuf Al-Qaradawi, menjaga lingkungan merupakan bagian dari maqashid al-syari’ah (tujuan syariat), yakni:
-
Menjaga jiwa
-
Menjaga harta
-
Menjaga alam (lingkungan sebagai sumber hidup)
Hukum Eksploitasi Alam Tanpa Reklamasi
Dalam konteks fiqih, kegiatan pertambangan yang tidak dikembalikan ke ekosistem awalnya dapat dikategorikan sebagai:
-
I’tida’ (melampaui batas) terhadap nikmat Allah
-
Israf (berlebih-lebihan) dalam memanfaatkan sumber daya
-
Ghasb (penguasaan tidak sah) jika merugikan hak masyarakat sekitar
Di tengah ramainya isu Greenpeace vs PBNU, umat perlu melihat kembali bagaimana Islam memandang tambang sebagai amanah yang tak boleh disalahgunakan.
Kekayaan Alam adalah Titipan, Bukan Komoditas Mutlak
“Dialah yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu...”
— (QS. Al-Baqarah: 29)
Dalam Islam, tambang dan hasil bumi adalah titipan Allah untuk seluruh umat manusia, bukan hanya untuk elite atau korporasi. Maka ketika pengelolaannya tak berpihak kepada masyarakat, terutama yang lemah, itu termasuk bentuk pengkhianatan terhadap amanah.
Ketika Tambang Jadi Simbol Ketimpangan
Isu yang mencuat antara Greenpeace dan PBNU menunjukkan adanya perbedaan sudut pandang mengenai arah pengelolaan kekayaan alam:
-
Di satu sisi, Greenpeace menyoroti aspek lingkungan dan keberlanjutan
-
Di sisi lain, PBNU dan sejumlah ormas menekankan pendekatan pengelolaan berbasis umat dan pemberdayaan ekonomi
Namun pertanyaannya, siapa yang benar-benar diuntungkan? Apakah masyarakat sekitar tambang ikut sejahtera?
Apa Peran Kita?
Alih-alih terjebak di polarisasi, umat bisa:
-
Mendukung regulasi dan pengawasan adil
-
Menyalurkan zakat untuk warga yang terdampak tambang
-
Menguatkan literasi masyarakat soal hak atas lingkungan hidup
Polemik Greenpeace vs PBNU seharusnya membuka mata kita bahwa pengelolaan tambang bukan hanya isu politik, tapi juga amanah keummatan. Mari salurkan zakat melalui lembaga resmi seperti BAZNAS agar kekayaan bumi kembali ke tangan yang berhak: rakyat.***
